Friday, April 24, 2015

Filosofi Koreng

Kalian tahu koreng? Jadi, kalau kulit kalian luka, trus udah mau sembuh, nanti akan muncul dengan sendirinya itu koreng. Bahasa merakyatnya itu “gudig”,

Ada filosofinya? Sebenernya ga ada, tp dijadikan ada. Sekarang itu baru njaman tulisan pake filosofi-folisofi kayak Filosofi Bandung Bondowoso . Pokmen aku yo kudu gawe meneh, aku kudu macak cah filsafat. *nyumet samsu ro nyepakke wedang putih*.
Jadi tulisan ini tentang cara saya memanajemen loro ati, berdasarkan pengalaman pribadi. Saat saya mengalami loro ati, maka saya sebenarnya punya dua pilihan. Pertama, saya akan membiarkannya, menjalani apa adanya. Nanti loro ati itu akan sembuh dengan sendirinya walaupun akan lama. Atau pilihan yang kedua adalah saya mencoba menambah sakit di hati, walaupun akan terasa sangat sakit, tapi akan lebih cepat sembuh loro atinya. Menambah loro ati ini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, kalau yang saya lakukan adalah saya bertanya tentang hal yang sebenarnya tidak ingin saya dengar dan setelah tau yang sebenenarnya kuwi mung marai atine kemrengseng njuk umup trus mbludak mbludak.
Seperti halnya koreng, saat kulit kita terluka, mboh mbeset, mboh lecet, mboh kepenges pemes, pokmen metu getih e. Kita punya dua pilihan, didiamkan saja, mung di tensoplas, nanti juga bakal kering, walaupun lama. Rasanya mungkin cuma cekit cekit dikit. Atau luka itu bisa kita rendem air garam, rasanya mungkin sakit sampai mbun-mbun, mlayu neng jempol, balik mbun-mbun meneh. Sakit sekali, tapi akan lebih cepat kering.
Untuk saya, efektif cara yang kedua. Sekalian sakit sekali tapi lebih cepat kering. Mungkin emang pada awalnya sakit, tapi lama kelamaan akan enak kok, lho.
Nah, trus saat loro ati kita sudah mulai agak sembuh, kita harus mengeceknya. Apakah sudah benar-benar sembuh atau belum. Dalam hal perkorengan, saat luka sudah mulai kering cobalah korengnya dititili (bahasa Indonesianya dikuliti), saat dititili masih keluar darah itu artinya masih perawan. Eh maksudnya lukanya belum kering, tapi saat dititili sudah tidak keluar darah, maka artinya lukanya sudah kering.
Dalam hal loro ati, cara yang saya lakukan adalah, saya coba mengingat-ingat kenangan-kenangan dengan yang membuat saya loro ati. Kalau saat mengingat-ingat dan terasa agak cekit-cekit, maka artinya loro ati kita belum sembuh benar. Tapi saat mengingat ingatnya kita biasa saja, maka artinya. Selamat, loro ati anda sudah sembuh.
Piye? Masuk ra filosofine?


Monday, April 6, 2015

Bendungan Kedung Asem Gringsing

Bendungan Kedung Asem adalah bendungan yang membendung Kali (sungai) Kuto yang merupakan sungai terbesar dan sungai utama di Kecamatan Gringsing. Bendungan ini disahkan oleh Menteri Dalam Negeri kala itu Bp. Rudini pada akhir dekade 80. Bendungan Kedung Asem didirikan untuk mengatur irigasi pertanian di daerah Kecamatan Gringsing bagian bawah yang meliputi desa Mentosari, Gringsing, Kebondalem, Lebo, Krengseng, Sidorejo, Yosorejo dan sebagian kecil daerah Kecamatan Weleri bagian barat. Bendungan ini memiliki turbin sebagai pembangkit listrik, akan tetapi kini turbin itu telah rusak dan belum diperbaiki kembali.



Bendungan Kedung Asem memiliki panorama yang menyejukkan hal ini dikarenakan kerimbunan hutan jati Alas Roban dan terjaganya sungai. Disisi timur bendungan Kedung Asem terdapat bukit batu yang telah lama dikenal masyarakat beberapa legenda seperti legenda berdirinya Kecamatan Weleri, bukit itu bernama Cokro Kembang

nyawang kalen

Bendungan Kedung Asem mengaliri 2 anak sungai untuk keperluan irigasi yaitu sungaiJenes dan sungai Kemit. Kedua anak sungai ini secara rutin mengalami perbaikan setiap tahun yaitu diawal musim kemarau ataupun menjelang akhir musim hujan disaat curah hujan rendah. Seperti yang terjadi pada bulan Mei 2012, dam yang mengairi sungai Jenes ditutup beberapa hari untuk pembersihan dan perbaikan. Penutupan dam ini disambut anak-anak dengan ramai-ramai mencari ikan di sepanjang aliran sungai Jenes.


Masyarakat banyak melakukan aktifitas disekitar bendungan ini. Beberapa orang penambang pasir melakukan aktivitas di bagian atas sungai ini. Daerah ini merupakan tempat favorit untuk memancing dan mencari ikan. Pada tanggal 19 Mei 2012, seorang pemancing ikan berhasil menangkap seekor ikan catfish ukuran besar dengan berat lebih dari 7 kg.  




Tempat ini memiliki keindahan tersendiri. Air, Hutan, Bukit, dan Pohon disekitar tempat ini . Di atas bendungan juga melintang sebuah jembatan yang menghubungkan antara desa mentosari dan dukuh bojengan



Nah, karena keindahan alam yang ada, tidak heran kalau bendungan kedung asem sering dijadikan tempat rekreasi alternative. Dan sekarang, pemerintah daerah desa mentosari seakan telah bersiap menyambut para pengunjung dengan membangun fasilitas seperti gazebo, dan tempat parkir. Sedangkan untuk memasuki area bendungan kedung asem, pengunjung dikenakan tarif sebesar Rp.3000,-

Sedikit saran buat yang mau kesana, alangkah lebih enak kalau membawa minuman atau makanan kecil dari rumah, karena disana masih sedikit penjual makanan atau minuman yang ada. Seperti beberapa waktu lalu ketika saya berkunjung kesana, karena masih agak pagi, belum ada penjual yang buka.

anak lanang meh nggawe bumbu rujakan

Yups, sekian aja cerita kali ini. Kalo ada yang kurang berkenan, mohon kripik dan nangkanya.
Thanks buat yng udah nyempetin mampir dan ngliat tulisan saya J